Saturday, February 11, 2012

Karena Setiap Orang Punya Sisi Antagonisnya, Bahkan Seseorang Yang Sangat Mencintaimu..

Posted by Miss A at 1:35 PM
Tidak ada make-up di wajah Naina malam itu. Ia biarkan wajahnya tidak dibedaki, tidak dironakan pemerah pipi. Juga, ia biarkan bibirnya pucat tanpa pulasan lipstik. Matanya sembab, ada lingkaran hitam samar dibawah matanya. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai begitu saja, hanya dipasangi bando untuk menahan poninya yang sudah panjang.
Ia memeriksa lagi isi tasnya malam itu. Memastikan semua barang-barangnya  ada, dan lengkap, kemudian memacu mobilnya meninggalkan rumah.

Jam tujuh malam sudah lewat setengah jam yang lalu saat Naina sampai di pantai itu. Lautan terlihat hitam dan gelap namun langit cerah. Ada banyak bintang yang bersinar diatas sana. Ia berdiri di pinggir pantai, membiarkan angin meniupi tubuhnya. Dingin. Ia baru saja hendak mengeluarkan syalnya saat sebuah suara menyapanya. Suara yang membuatnya sangat terkejut karena pantai begitu senyap. Suara yang memanggil namanya.

Naina menoleh dan melihat Bima berdiri dibelakangnya. Dengan kaus cokelat, dan celana jins. Rambutnya basah. Mungkin dia baru selesai mandi. Bima menatapnya namun Naina tidak tersenyum. Ia keluarkan sesuatu dari tasnya. Bukan syal, melainkan sebotol air. Naina membuka botolnya, meneguknya sedikit dan menyiramkan air itu tiba-tiba ke arah muka Bima.

"Hei, apa-apaan ini, Naina?!" seru Bima sambil membersihkan kausnya yang sedikit basah, mengusap-usap wajahnya yang tersiram air. Naina hanya diam tanpa ekspresi. Bima mengangkat kepalanya dan menatap protes ke Naina, dan tiba-tiba saja, sebuah pisau menancap di dadanya.

Pisau yang dipegang Naina menancap di dada kirinya. Bima merasa sesak. Dan sakit. Darah mulai mengucur perlahan.
"Naina, apa.. Apa yang.. Kau.. Lakukan?" kata Bima terbata-bata. Kakinya lemas dan membuatnya berlutut jatuh.

"Dua tahun, aku selalu memberikan yang terbaik untukmu. Selalu berusaha ingin jadi yang baik. Aku melakukan semua usahaku semaksimal mungkin. Meletakkanmu di prioritas pertama, Bima. Aku mencintaimu bahkan lebih dari caraku mencintai diri sendiri," Naina membuka mulut, mengeluarkan kata-katanya dengan pelan dan tenang.
"Dua tahun, aku memujamu, Bima. Tapi kau memperlakukanku seperti sampah. Kau tidak menghargaiku. Menghancurkan hidupku. Mencampakkanku. Sampah ini, adalah aku. Rongsokan ini, adalah aku, yang begitu mencintaimu," lanjut Naina, masih berdiri, hanya memandang dingin ke wajah Bima yang meringis kesakitan. Tangannya berusaha mencabut pisau yang menancap tapi yang ada hanya rasa sakit yang menjadi.
"Bima, ingat aku. Aku lah perempuan sampah yang mencintaimu. Aku lah perempuan yang kau hamili hingga dua kali. Aku yang merasakan sakitnya saat janin-janin itu kita gugurkan. Ingat aku, Bima. Karena jika suatu hari kau memiliki anak perempuan, maka anakmu kukutuk untuk merasakan sakitnya, seperti aku. Merasakan sakitnya disumpah-serapahi olehmu, diperlakukan seperti sampah, dan direnggut harga dirinya,"
Bima mengerang, "Naina.. To.. Long.. Pang.. Gil.. Se.. Se.. O.. Rang.. Se.. Ka.. Rang.."
Naina tersenyum sinis.
"Tidak, aku tidak akan memanggil siapapun, Bima. Aku akan melihatmu terluka dan perlahan-lahan mati,"
Ia letakkan tas tangannya di pasir, menggulung lengan blusnya, dan mulai menyeret tubuh Bima yang terbaring lemah dipasir menuju pantai.
"Naina.. Ja.. Ngan.. La.. Ku.. Kan.." rintih Bima. Naum Naina acuh tak acuh, ia terus menyeret Bima, dan menggulingkan Bima. Air pantai sudah membasahi celananya hingga lutut. Wajah Bima timbul tenggelam. Tangannya menggapai-gapai, entah apa, namun Naina tak berhenti.
"Rasanya sakit, Bima," Naina menggumam. Pahanya sudah mulai basah, ia berjalan semakin dalam ke pantai, mendorong Bima yang kali ini berusaha menggapai tangannya. Naina menepis tangan Bima, dan menceburkan kepala Bima ke dalam air. Bima memberontak. Air pantai berkecipak.

Tangan Naina basah menahan kepala Bima agar terus berada dibawah air, lunturan darahnya tergenang di air pantai. Sejurus kemudian, air hanya berkecipak kecil. Bima sudah tidak melakukan perlawanan, tubuhnya mengambang. Menjauh sedikit demi sedikit, terombang-ambing ombak.

"Ah, my special one.. You're so special for me.." Naina menggumam sendiri sambil melangkah meninggalkan pantai. Ia raih tasnya, menyampirkannya ke lengannya yang basah. Berjalan sedikit berat karena kakinya yang basah lengket di pasir, Naina tersenyum kecil. 

Ia memasukkan kunci ke lubangnya, menstarter mobilnya, dan sedikit memicing melihat Hyundai Gets hitam milik Bima diparkir dekat mobilnya. Naina memasukkan cd kompilasi lagu-lagu cinta ke dalam player mobil dan bersenandung, kemudian tancap gas. Meninggalkan mobil yang dulu sering digunakan Bima untuk menjemputnya kencan. Ia meninggalkan Bima tenggelam di pantai yang sepi dan gelap itu. Naina meninggalkan rasa sakitnya malam itu dan tersenyum ringan. Memacu mobil dengan tenang, membelah jalanan malam.


Happy Saturday, bloggers! This is my another FF from my day off yesterday.. Ingat, ini 100% fiksi. Hehehe.. Hope you enjoy the story, share me your comment ya :)

4 comments:

depz said...

keep writing...

Miss A said...

keep reading :)

berbagifun said...

sehari kemudian, 5 orang polisi dari satuan Buser mendatangi kontrakan Naina dengan maksud menangkap Naina. Tapi apa yang ditemukan, Naina sudah terbujur kaku tergantung di seutas tali yang dikaitkan pada kusen pintu...

Miss A said...

enak ajaaaa.. naina sudah kabur.. kabur ke hatimu, yaaang :P

Post a Comment

 

My Friday Night.. Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review